Ngamprah 13/3/2024. Gugatan Perwakilan Kelompok konsumen pembeli rumah di Perumahan Grand Madani Village Bandung akhirnya memulai babak baru. Setelah beberapa kali panggilan pengadilan dianggap tidak patut dan tidak sah dikarenakan para Tergugat tidak memiliki alamat yang jelas, akhirnya Pengadilan Agama Ngamprah memutuskan untuk melanjutkan persidangan tanpa kehadiran Para Tergugat.
"Panggilan sudah ditujukan ke alamat badan hukum sesuai dengan keterangan pada dokumen yang kami peroleh dari Ditjen AHU. Jadi, secara de facto PT. Madania Nusantara Fikr tidak lagi berlokasi di 165 Suit TB Simatupang" - Okky Rachmadi S., SH, CLA, ERMAP, CIB (Kuasa Hukum Konsumen)
Pengacara korporat ini menyampaikan bahwa tidak jelasnya alamat perseroan terbatas Madania Nusantara Fikr ini merupakan bentuk bad faith /itikad buruk. Perseroan wajib melakukan RUPS dan menyampaikan kepada Menteri bila melakukan perubahan tempat kedudukan.
"Kami memiliki surat klarifikasi dari MUI terkait tidak adanya rekomendasi Dewan Pengawas Syariah untuk PT. Madania Nusantara Fikr. Kami memiliki surat klarifikasi dari dinas PUTR Kab. Bandung Barat terkait tidak adanya pengajuan izin proyek GMV- Bandung. Ada dugaan penipuan disini. Dan apabila terhadap dana hasil penipuan dilakukan layering (pelapisan), maka perkara ini dapat ditarik ke pencucian uang. Urusannya jadi panjang untuk para Tergugat individual", Okky menjelaskan.
Dalam persidangan hari ini (13/3/2024), kuasa hukum melakukan presentasi untuk meyakinkan majelis hakim Pengadilan Agama Ngamprah, bahwa gugatan telah memenuhi persyaratan Perma 1/2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Okky menyampaikan bahwa bukti-bukti awal untuk tahapan penetapan akan disampaikan pada tanggal 27 Maret.
Kuasa hukum Para Penggugat juga telah menyampaikan kepada Majelis Hakim perihal adanya 56 konsumen tambahan yang baru teridentifikasi dan menuntut haknya.
"Gugatan yang kami ajukan adalah gugatan Perbuatan Melawan Hukum - ini berbeda total dengan wanprestasi. Kami fokus pada premis mayor adanya cacat hukum terkait akad istisna yang dilakukan oleh konsumen dan PT. Madania Nusantara Fikr selaku pengembang didasarkan pada ex capite fraudis (penipuan) yang dilakukan pihak pengembang. Ini alasan kami tidak fokus pada prestasi dalam perjanjian (akad). Yang kami akan fokuskan adalah PMH, akad cacat. Posita gugatan yang menjelaskan kejadian, hak, dan kewajiban para pihak hanya sekedar untuk memenuhi syarat dudelijke dan bepalde conclusie", jelas Okky.
Okky menyampaikan bahwa konsekuensi dari adanya tipu dalam suatu perjanjian adalah ganti rugi refund (pengembalian dana). Hal ini berlaku secara otamatis. Nilai untuk masing-masing konsumen tentunya berbeda, menyesuaikan dengan jumlah uang yang telah dibayarkan kepada PT. Madania Nusantara Fikr.
Berbeda halnya dengan gugatan wanprestasi yang fokus pada pelanggaran hak atau tidak dilaksanakannya suatu kewajiban oleh salah satu pihak. Okky menegaskan bahwa masalah para konsumen yang menjadi korban dari developer ini tidak berakar pada masalah "prestasi", melainkan penipuan.
"Bicara soal nilai keseluruhan secara spesifik, tidak dapat dilakukan dalam GPK. Hukum itu logis - lex est summa ratio. Yang maju gugatan hanyalah 'Wakil Kelompok'. Dalam hal tidak ada konsumen yang menggunakan hak hukumnya untuk menolak tunduk pada putusan, maka putusan tersebut berlaku untuk semua anggota kelompok. Putusan pengadilan tidak bisa tiba-tiba menetapkan nilai ganti rugi yang mengacu pada nilai kerugian Wakil Kelompok, karena masing-masing anggota kelompok mengalami kerugian yang berbeda. Wakil ya hanya wakil kapasitasnya. Namun karena petitum kami adalah 'menghukum Tergugat untuk refund', maka otamatis sesuai jumlah pembayaran per se. Kalau putusan pengadilan berlaku pukul rata, apa kabar dengan anggota kelompok yang belum teridentifikasi? Kalau ganti rugi lebih besar dari nilai pembayaran okelah. Lah kalau lebih kecil ? Malah jadi tidak adil, " tutup Okky Al Rach.
Yunyun
Mahkamah Konstitusi melarang pengurus Partai Politik menjadi Jaksa Agung. selanjutnya....klik